Sabtu, 18 Februari 2012

Forbidden Love



”Nak, tolong sapukan lantai di depan rumah,” suruh seorang wanita kepada seorang gadis yang sedang asik memainkan PSPnya.

“Nanti, Bu,” jawab gadis itu. Wanita itu mendesah keras. Gadis itu tetap saja sibuk dengan PSPnya. Gadis itu bukanlah gadis yang seperti biasanya. Dengan watak dan kelakuan yang berbeda dengan gadis pada umumnya. Nakal, pemalas, pembuat masalah, dan lainnya. Sampai sekarang, dia duduk di bangku SMP.

Hari pertama sekolah...

”Misaki, cepatlah! Nanti kamu terlambat. Ini hari pertamamu sekolah, jangan membuat masalah!” teriak wanita itu kepada Misaki.

”Aku masih mengantuk, Bu. Tunggu sebentar,” jawab Misaki dari kamarnya. Terlihat dia masih berada di balik selimut tebalnya.

Misaki. Gadis yang paling tersohor di sekolahnya dulu karena kenakalannya. Gadis ini berwatak seperti laki-laki dan selalu menindas teman-temannya yang lemah. Dia bukanlah gadis jahat, hanya saja wataknya yang kekanak-kanakan dan kelaki-lakian, yang menganggap semuanya itu tidak masalah jika ia lakukan.

”Berikan uangmu atau sepatu ini akan berpindah ke mulutmu!” kata Misaki kasar kepada seorang gadis kecil.

”A-ampun. I-ini, ambil uangku,”kata gadis kecil itu ketakutan sambil memberikan uang miliknya kepada Misaki. Seringaian liciknya pun keluar. Benar-benar gadis yang nakal. Tetapi, dia termasuk murid yang pandai di kelas. Hanya saat mengerjakan ulangan. Biarpun murid pandai, dia tidak pernah mengerjakan tugas atau sesuatu yang gurunya perintahkan untuk Misaki. Hingga lulus pun dia masih seperti itu.

Di sekolah, setiap seseorang menanyakan namanya, Misaki hanya menjawab dengan singkat lalu pergi tanpa permisi.

”Siapa namamu?” tanya seorang guru yang pertama kali mengajar Misaki.

”Misaki,” jawab Misaki tanpa ekspresi dengan kaki kanan yang menumpang di atas kaki kiri dan tangannya untuk menyangga kepalanya di belakang. ”Pelajaran hari pertama membosankan,” batin Misaki sambil memainkan PSPnya di dalam kelas dan saat jam pelajaran.

Hari kedua sekolah, Misaki bangun terlambat. Dia bergegas mandi, berpakaian dan pergi ke sekolah dengan tergesa-gesa.

”Ibu, aku berangkat,” pamit Misaki kepada Ibunya sambil menggendong tas lalu berlari keluar.

Saat sedang berlari, tanpa sengaja Misaki menabrak seorang laki-laki sampai Misaki jatuh tersungkur.

”Kau tidak apa-apa?” tanya lelaki itu.

”Tampan,” hal pertama yang ada di pikiran Misaki saat menatap lelaki itu. Sesuatu yang aneh merasuki pikiran Misaki. Jantung Misaki berdegup kencang. Dia merasakan hal yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

”Noona? Kau tidak apa-apa?” tanya lelaki itu sekali lagi.

”Oh, aku tidak apa-apa,” jawab Misaki sambil berdiri.

”Syukurlah,”

”Maaf, aku terburu-buru. Aku sudah terlambat masuk sekolah,” ucap Misaki sambil berlari meninggalkan lelaki itu.

Matahari mulai meninggi. Gerbang sekolah hampir ditutup. Terlintas wajah lelaki itu di pikiran Misaki. Tinggi, rambut coklat hingga menutupi tengkuknya, berkemeja putih dan dasi hitam dengan jas di tangannya. Laki-laki yang menurut Misaki sudah dewasa. Tetapi, entah kenapa Merasa tertarik dengan lelaki tampan itu.

”Kamu lama sekali. Pelajaran pertama hampir selesai tapi kamu baru berangkat. Dasar,” kata Hazuki salah seorang teman Misaki.

”Maaf...aku tadi...tadi...ada sesuatu menghambat perjalananku,” jawab Misaki terengah-engah.

Wajah lelaki itu selalu menghantui pikiran Misaki. Setiap jam pelajaran dia selalu melamun. Wajah lelaki itu terlalu tampan bagi Misaki. Misaki tidak tahu apa yang dia rasakan sekarang. Tetapi ia yakin, sesuatu telah terjadi padanya.

Memasuki jam ketiga pelajaran, Misaki masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

”Misaki, keluarkan bukumu. Kata kakak kelas guru ini galak. Cepat keluarkan bukumu,” kata Ichigo teman sebelah Misaki sambil menepuk pundak Misaki hingga ia terbangun dari lamunannya.

”Segalak apa sih, gurunya sampai kalian ta....” ucapan Misaki berhenti seketika saat mengetahui seseorang yang tidak terlalu asing baginya berdiri di depan kelas. ”Dia gurunya?” tanya Misaki kepada Ichigo.

”Iya. Dia galak. Kakak kelas pernah dihukum membersihkan kamar mandi karena tidak membawa buku tulis. Jangan sekali-sekali membuat masalah dengan guru yang satu ini,” bisik Ichigo.

”T-tapi...dia...dia yang kutabrak tadi pagi,”

”Apa yang kalian bicarakan?” tanya guru itu tiba-tiba kepada Misaki.

”T-tidak, pak, eh, kak, eh..maaf,” jawab Misaki terbata-bata dan mukanya memerah.

”Ke ruanganku saat istirahat,” ucap guru itu dengan nada datar.

”Misaki, jangan membuat masalah dengan guru ini. Belum apa-apa kamu sudah dipanggil,” kata Ran, teman Misaki. Jatung Misaki berdegup kencang, lagi. ”Jantung aneh,” batinnya.

”Namaku Aiden Lee, aku wali kelas kalian, dan aku guru Kimia kalian. Kita mulai pelajaran sekarang,”

”Pak guru, berapa umurmu?” tanya seorang murid laki-laki dari belakang.

”Maju kedepan, berdiri di sini sampai satu jam pelajaran,” kata guru itu, masih dengan nada yang datar. Semua murid di kelas 8-5 menunjukkan ekspresi tegang. Kelas yang tadinya gaduh, menjadi sepi setelah guru ini masuk.

”Umurku 21 tahun,”

”Hah?!” jawab semua murid secara bersamaan.

”Dan aku masih lajang. Ada yang punya kakak perempuan?” kata guru itu sedikit bercanda tetapi semua siswa tetap diam. Dan pelajaran dilanjutkan dengan suasana tegang.

Aiden Lee. Seorang guru muda yang mengajar Kimia di kelas 8. Dia termasuk guru yang sangat sangat sadis saat mengajar dan selalu memberi hukuman kepada murid yang melanggar peraturannya. Guru Horor mereka menyebutnya. Setiap murid harus disiplin, rapi, memperhatikannya saat mengajar, dan itu sangat kontras dengan sifat Misaki. Misaki bertekan untuk menjadi murid yang selalu melawannya.

Jam istirahat...

”Misaki, kamu tadi disuruh ke ruangan guru Kimia horor itu kan?” kata Minku, teman sekelas Misaki.

”Iya, aku tau. Guru itu memang sadis,” jawab Misaki.

”Cepatlah, daripada dia menambah hukumanmu,” ucap Kotoko.

Misaki mulai mengetuk pintu ruangan itu perlahan.

”Masuklah.” suruh guru itu. ”Ada perlu apa?”

”Maaf, bukannya Pak Guru yang memanggilku?” jawab Misaki dengan nada agak sedikit meninggi.

”Benarkah? Baiklah, siapa namamu?”

”Misaki,”

”Di mana rumahmu?”

”Ada di tempatnya,”

”Ikut aku,”

Tanpa bertanya kemana, Misaki mengikuti guru itu di belakang. Perasaannya bercampur menjadi satu. Dia merasa tegang, tetapi di sisi lain dia sangat menyukai itu. Jantungnya kembali berdetak dua kali lebih cepat saat menatap sosok tampan di depannya itu.

Mereka berdua sampai di sebuah ruangan. Di atas pintu ruangan itu tertulis ’Science Laboratory’.

”Masuk,” suruh Aiden kepada Misaki.

”Eh?! Kenapa ke Lab. IPA?” tanya Misaki.

”Bersihkan itu. Aku datang ke sini harus sudah bersih,”

”Apa?! Memangnya apa salahku?” batin Misaki.

”Berhati-hatilah dengan cairan yang ada di sana,” lanjut guru itu dengan nada yang sulit ditebak. Aiden pergi dan mengunci pintu laboratorium rapat-rapat.

”Apa salahku? Sial. Kenapa aku bisa menurutinya begitu saja? Ada apa denganku?” gumam Misaki. Dia masih bingung dengan dirinya sendiri.

”Hey, ikan, kamu mau menjadi temanku? Kamu tau guru horor yang tadi bersamaku? Dia benar-benar menakutkan. Mungkin dia bisa menelanmu hidup-hidup. Dia terlalu sadis. Tapi, aku merasa aneh saat berhadapan dengannya. Saat aku menatapnya, jantungku berdetak keras. Ini pertama kalinya untukku. Kamu percaya cinta pada pandangan pertama? Hey, jawab pertanyaanku, kamu percaya tidak? Hmm...sudahlah. Ikan kecil, kamu mau makan? Mana keluargamu? Temanmu? Atau, pacarmu?” saat Misaki berbicara dengan ikan-ikan di aquarium lab., seseorang berdecak keras di belakang. Misaki menengok dan mendapati seseorang berdiri di depan pintu.

”Kau gila, berbicara dengan ikan-ikan itu?” kata seorang lelaki dan ternyata Aiden.

”Eh, Pak Guru. Eum..apa pak guru sudah lama berdiri di situ?” tanya Misaki kepada Aiden. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Aiden menghampiri dan menatap Misaki dalam-dalam. Keduanya merasakan sensasi aneh pada saat yang bersamaan. Perasaan lembut dan jantung yang berdegup kencang menyergap keduanya. Suasana di dalam ruangan itu menghening.

”Sudah selesai,” ucap Misaki memecah keheningan dan suasana kikuk dan malu pun menyelimuti keduanya.

”Oh, baiklah. Kerja yang bagus. Kau boleh pergi ke kelas sekarang,” jawab Aiden dengan nada yang berbeda dan tidak terlalu sadis.

Di kelas...

”Misaki, bagaimana? Kamu dihukum oleh guru horor itu kan? Apa hukumanmu? Membersihkan kamar mandi?” tanya Minku.

”Hahaha...seorang Misaki membersihkan kamar mandi? Hahaha,” ejek Hazuki kepada Misaki.

”Tidak,” jawab Misaki singkat.

”Tidak? Lalu apa?” tanya Ran. Tidak ada jawaban dari Misaki. Dia hanya tersenyum dan mukanya memerah. Jantungnya kembali berdetak lebih cepat.

”Kenapa mukamu memerah? Kenapa tersenyum?” tanya Ichigo.

”Apa pelajaran sekarang?” tanya Misaki mengalihkan perhatian.

”Sejarah. Memangnya kenapa?” Hazuki balik bertanya.

”Ada yang mau ikut? Aku mau ke kantin,” jawab Misaki.

”Hey, ini jam pelajaran,” kata Minku.

”Lalu?” ucap Misaki sambil berjalan menuju pintu keluar.

”Dasar anak nakal. Aku ikut,” kata Hazuki lalu berlari mengikuti Misaki.

Mereka berdua mengendap-endap saat menuju kantin. Sementara pelajaran berlangsung, mereka berdua makan dengan lahapnya dan menuju ke kelas saat jam pelajaran itu selesai. Entah apa yang teman-temannya katakan kepada guru mata pelajaran itu, mereka tidak peduli. Yang terpenting untuk mereka adalah mengisi perut mereka.

---

Pulang sekolah...

”Misaki, kau mau ku antar pulang?” tanya seorang lelaki dari belakang Misaki. Misaki menoleh dan kaget saat tau yang mengajaknya pulang adalah guru Kimianya. Seketika muka Misaki memerah dan jantungnya berdetang semakin kencang.

”Eh? Tidak, terimakasih, Pak. Ibuku sudah menjemputku,” tolak Misaki dengan perasaan kecewa.

”Baiklah, salam untuk Ibumu ya. Sampai besok,” ucap Aiden lembut.

Di rumah, Misaki hanya melamun, melamun dan melamun. Saat terlintas wajah lelaki yang berhasil memikat hatinya itu, jantungnya selalu berdegup kencang. Misaki selalu berpikir kalau dia bodoh. Mencintai seorang guru yang menurut semua orang itu hal yang terlarang. Tetapi perasaan Misaki tidak dapat di hindari. Dia terlanjur mencintai lelaki itu. Dan kalau sampai semua orang tau dia mencintai seorang guru, dia tidak tau apa yang akan orang-orang bicarakan tentangnya. Dia percaya dengan dirinya sendiri dan perasaannya. Karena kata orang-orang, cinta itu buta. Dia tidak peduli dengan orang-orang yang akan mencibirnya.

---

Berminggu-minggu proses belajar-mengajar berlangsung denan lancar, tetapi tidak untuk pelajaran Kimia. Misaki tidak bisa menangkap pelajaran itu. Setiap ulangan harian Kimia, Misaki selalu menapat nilai terendah. Hingga akhirnya Aiden memanggilnya.

”Kenapa nilaimu selalu jelek? Apa kau tidak mendengarkanku waktu aku menerangkan?” tanya Aiden. Misaki hanya diam dan menundukkan kepalanya.

”Maaf, Pak Guru,”

”Mulai sekarang aku akan memberimu pelajaran tambahan. Setiap pulang sekolah kau harus segera ke ruanganku. Aku kemarin sudah minta izin kepada Ibumu,” ucap guru itu sambil keluar ruangan. Setiap pulang sekolah, Misaki mendapat pelajaran tambahan dari Aiden.

Setelah beberapa bulan, Misaki tidak menunjukan sedikitpun perubahan. Kelemahannya hanya dipelajaran Kimia. Dia memang tidak pernah mendengarkan pelajarnan itu, karena perhatiannya hanya tertuju pada orang yang menerangkan pelajaran itu.

---

Satu tahun berlalu. Sekarang Misaki duduk di kelas 9. Selama satu tahun menjadi seorang murid dari Aiden Lee, Misaki menunjukan perubahan yang begitu pesat. Dan tidak dengan nilainya. Walaupun sekarang ia menjadi gadis yang lebih baik dari sebelumnya, nilai Kimianya tetap saja buruk. Tetapi dari sisi manapun, dia terlihat lebih baik. Entah itu sikap, penampilan, watak, dan lain sebagainya.

Teman-temannya bingung dengan perubahan sikap Misaki. Dia memang tidak pernah memberitahu tentang perasaanya kepada siapapun. Teman-temannya selalu membujuknya untuk memberitahu mereka, tetapi Misaki tetap diam.

Hingga suatu hari, Misaki tertangkap basah menulis nama ’Aiden Lee’ di bukunya. Dia benar-benar malu. Sekarang teman-temannya tau kalau dia menyukai gurunya.

”Misaki, kau tau tidak kalau mencintai seorang guru itu terlarang?” bisik Hazuki kepada Misaki.

”Aku tau, tapi hatiku berkata seperti itu,” jawab Misaki dengan santai.

”Eh, btw, kemana guru horor itu? Kenapa belum masuk-masuk juga? Biasanya kan dia on time.” tanya Ichigo.

”Tugas Kimia untuk kita,” ucap ketua kelas mereka.

”Bersyukur dia tidak datang hari ini,” kata Ran. Kelas menjadi sangat berisik. Murid-murid kelas itu merayakan ketidakhadiran sang guru horor. Tetapi Misaki malah memikirkan sang guru. Dia khawatir dengan keadaan Aiden. Dia pergi ke ruang guru dan bertanya tentang keadaan Aiden kepada guru lain. Kata guru-guru yang lain, dia berada di rumah sakit sejak tiga hari yang lalu. Misaki membatu saat mendengar berita itu.

Misaki segera meninggalkan ruang guru itu dan berlari ke kelas. Dia memberesi buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tasnya.

”Kamu mau ke mana? Ini masih jam pelajaran,” tanya Hazuki.

”Ke rumah sakit,” jawab Misaki sambil berjalan tergesa-gesa keluar kelas. Dia berencana untuk menjenguk Aiden.

Misaki segera menuju rumah sakit. Ia berlari menyusuri jalan tikus agar cepat sampai di rumah  sakit. Tidak lupa ia membawakan sebucket bunga mawar dan sekeranjang buah untuk Aiden. Ruang Mawar No. 9, ruang di mana Aiden dirawat. Dia mengetuk pintu dan seseorang menjawabnya.

”Siapa?” tanya seorang perempuan dari belakang pintu.

”Suara perempuan?” batin Misaki. ”Ah, mungkin ibunya,”

”Siapa di luar?” tanya perempuan itu lagi.

”Aku murid Pak Guru Aiden,” jawab Misaki. Perempuan itu membuka pintu. Misaki kaget saat menyadari di depannya adalah seorang wanita cantik dan kelihatan masih muda. Dan tidak mungkin kalau itu ibu Aiden.

”Silahkan duduk,”

”Terimakasih,” Misaki menaruh barang yang ia bawa di meja. Dia masih bingung siapa wanita itu. Entah kenapa dia merasa takut. Dia menatap sang guru yang tengah terbaring lemah di depannya. Jantungnya berdetak kencang. Pikirannya buyar seketika. Perasaannya bercampur menjadi satu. Dan wanita itu, sepertinya dia sangat dekat dengan sang guru. ”Dia memang cantik. Tidak mungkin Pak Guru tidak menyukainya,” batin Misaki.

”Kamu kelas berapa?” tanya wanita itu tiba-tiba.

”Aku kelas 8. Ngomong-ngomong, kakak ini siapa?”

”Aku kekasihnya,” Misaki membelalakkan matanya dan menatap sang guru dalam-dalam. Dia menahan tangisnya. Dia menggendong tasnya lalu berdiri dan ingin segera pergi dari ruangan itu. Tiba-tiba seseorang menarik tangan Misaki tetapi Misaki melepaskannya.

”Maaf, aku harus pergi, ada yang harus ku kerjakan. Permisi,” pamit Misaki sambil berlari meninggalkan ruangan itu.

Setelah jauh ia berlari, dia berhenti di sebuah pohon besar dan bersandar di pohon itu sambil menangis. ’Aku kekasihnya’ kata-kata itu terus menghantui pikiran Misaki. Wajah Aiden terlintas di pikirannya. Dia kembali menangis dan semakin keras.

Hujan mulai turun. Misaki masih duduk bersandar di bawah pohon besar itu sambil menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba seseorang menegurnya.

”Kenapa kau disini? Ini hujan, kalau kau sakit bagaimana? Berteduh di bawah pohon saat hujan dapat terkena sambaran petir,” Misaki mendongakkan kepalanya dan kaget saat tau bahwa yang menegurnya adalah Aiden. Dia masih mengenakan baju pasien dan shawl di lehernya. Misaki menangis dan segera berdiri lalu pergi meninggalkan gurunya. Tetapi, tiba-tiba guru itu menarik tangan Misaki dan melingkarkan tangannya ke pinggang gadis itu. Dia memeluk Misaki dari belakang dengan kepala di pundak gadis itu.

“Aku menyukaimu,” bisik sang guru.

“Aku membencimu,”

“Wanita itu? Dia mantan kekasihku. Percayalah,” Misaki kembali menangis dan sang guru mengeratkan pelukannya.

“Aku menyukaimu. Aku yakin kau juga menyukaiku,” lanjutnya.

“A-aku..juga menyukai Pak Guru,” jawab Misaki. Sang guru mengusap air mata gadis itu. Di bawah pohon, di tengah hujan yang mulai mereda, mereka masih dalam posisi seperti itu. Sang guru masih memeluk Misaki dari belakang. Sementara itu, Misaki sendiri sibuk dengan perasaan dan pikirannya sendiri. Jantung keduanya berdebar keras satu sama lain.

Tiba-tiba, Aiden jatuh pingsan dan Misaki membawanya ke rumah sakit. Mulai sekarang, setiap pulang sekolah Misaki selalu menunggu Aiden di rumah sakit selama dia sakit. Setelah beberapa minggu di rumah sakit, Aiden sembuh dan itu  berkat Misaki.

Sekarang, Misaki berubah menjadi seorang gadis pada umumnya. Sedangkan Aiden, dia menjadi guru yang tidak terlalu sadis dan digemari murid-muridnya.

Aiden berjanji akan menunggu Misaki hingga ia dewasa. Mereka akan membuat sebuah cinta terlarang menjadi cinta yang nyata dan tulus.

Cinta terlarang tidak akan selamanya terlarang,
Karena cinta adalah hak setiap manusia.
Setiap manusia berhak merasakan apa itu cinta, tanpa sebuah larangan…

Love is miracle…
Love is beautiful…
Believe to love…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar